IDEAonline - Mencintai lingkungan bisa dimulai dari saat membangun. Tak perlu susah-susah, cukup dengan mengikuti aturan bangunan yang berlaku.
Pertama, menaati peraturan akan membuat lingkungan menjadi teratur dan terorganisir dengan baik. Kedua, menaati peraturan secara tidak langsung telah membuat kita turut ambil bagian dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Baca Juga: Gerebek Rumah Mewah Ussy, Kriss Hatta Curhat Saat Susah Hanya Miliki Uang Rp3000 untuk Makan
Ya, peraturan bangunan setempat ternyata punya kaitan erat dengan kelestarian lingkungan.
Koefisien Dasar Bangunan
Salah satu peraturan bangunan yang erat kaitannya dengan kelestarian lingkungan adalah KDB. Ini merupakan perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas lahan.
Baca Juga: Dipenuhi Bunga, Begini Dekorasi Akad Nikah Penyanyi Dangdut Siti Badriah, Bikin Pangling!
Peraturan tentang KDB dibuat untuk memberi batasan luas bangunan yang boleh dibangun.
Lahan tak boleh ditutupi seluruhnya, tapi harus disisakan sekian persen agar masih ada area untuk meresapkan air ke dalam tanah.
Selain itu, keberadaan area yang tidak tertutup apapun sangat penting untuk mengurangi kelembapan.
Area yang tak tertutup bangunan dan atap akan terkena matahari secara langsung sehingga permukaannya akan mudah kering. Ujung-ujungnya, area sekitar bangunan tidak menjadi lembap.
Baca Juga: Mau Bawa Ruang Kerja ke Kamar Tanpa Harus Ganggu Tidurmu? Ini Tipsnya
KDB ini umumnya dinyatakan dengan presentasi.
Kalau lahan Anda memiliki KDB 40 % dan luasnya 100 m2, maka lahan yang boleh dibangun hanya sebesar 40 m2.
Sisanya harus dibiarkan menjadi ruang hijau untuk resapan.
Pada umumnya, KDB untuk bangunan rumah tinggal berkisar 40% sampai dengan 60%.
Namun pada lokasi-lokasi tertentu, antara lain di daerah yang diperuntukkan sebagai daerah resapan air, KDB bisa mencapai 20%.
Perhitungan KDB memang hanya memperhitungkan luas lantai dasar bangunan yang tertutup atap. Lahan yang tak tertutup atap seperti jalan setapak tanpa atap tak termasuk ke dalam KDB.
Namun bukan berarti Anda bisa sembarangan membuat perkerasan semacam itu, karena sebenarnya ada aturan lain yang menyatakan bahwa perkerasan di areal rumah hanya boleh dibangun menggunakan bahan yang meresapkan air ke tanah.
Jika perkerasan dibuat dengan menggunakan semen atau bahan lain yang kedap air, maka seharusnya dimasukkan dalam perhitungan KDB, walaupun dibangun tanpa atap.
Garis Sempadan Bangunan
Selain KDB, 2 peraturan ini juga terkait dengan batasan lahan yang boleh dibangun. Pertama adalah Garis Sempadan Bangunan (GSB).
GSB adalah garis imajiner pada lahan yang menandakan bagian mana yang boleh dibangun dan bagian mana yang tidak boleh dibangun.
Bangunan yang didirkan di atas sebuah lahan tidak boleh melampaui garis ini.
Baca Juga: Jangan Tumpuk Barang Bekas, Jika Tak Mau Ular Masuk ke Hunian Anda!
Misalnya saja GSB rumah Anda 3 m, maka Anda hanya boleh membangun hanya sampai batas 3 meter dari tepi jalan raya.
Selain berfungsi untuk memastikan tersedianya daerah hijau dan resapan air hujan, GSB juga berguna untuk membuat bangunan lebih sehat.
Dengan mematuhi GSB, rumah dapat memiliki halaman yang memadai sehingga penetrasi udara dan cahaya ke dalam bangunan menjadi lebih optimal.
Di samping itu, jarak antara bangunan dengan jalan di depannya tidak terlalu dekat sehingga privasi lebih terjaga.
Baca Juga: Terinpirasi saat Liburan, Begini Kamar Mandi Gaya Skandinavia yang Gunakan Keramik 10 X 20 Cm
Peraturan yang menyerupai GSB adalah Garis Sempadan Jalan (GSJ). Banyak orang yang sulit membedakan keduanya.
Walaupun sifatnya sama-sama membatasi, GSJ ini memiliki tujuan yang berbeda dengan GSB. Jika GSB bertujuan untuk kesehatan bangunan, GSJ lebih ditujukan untuk menjamin tersedianya lahan untuk jalan.
Nah, jika di lahan Anda tertulis GSJ=2 m, itu artinya dari 2 m tepi jalan ke arah halaman rumah Anda telah ditetapkan sebagai bagian dari rencana jalan.
Jadi, jika satu saat ada pelebaran jalan, maka halaman depan Anda akan “terambil” sebanyak 2 m.
Baca Juga: Ternyata Taman Gantung Babilonia Asal Mula Ada Taman di Dalam Ruangan!
Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Aturan lain yang masih menyangkut masalah kelestarian lingkungan adalah KLB (Koefisien Lantai Bangunan).
KLB merupakan perbandingan antara luas total bangunan dibandingkan dengan luas lahan. Luas bangunan yang dihitung ke dalam KLB ini adalah luas total seluruh bangunan, mulai dari lantai dasar hingga lantai paling atas.
Mezanin atau loteng atau bangunan yang dindingnya lebih dari 120 cm, yang digunakan sebagai ruang pun harus dimasukkan dalam perhitungan KLB.
Baca Juga: Dipenuhi Bunga, Begini Dekorasi Akad Nikah Penyanyi Dangdut Siti Badriah, Bikin Pangling!
KLB tiap lokasi berbeda-beda, dan dinyatakan dengan angka (misalnya 1,5; 2, dan sebagainya). Semakin padat lokasinya, umumnya KLB semakin tinggi.
Jika di dalam PBS Anda tertulis KLB=2, maka luas total bangunan yang boleh dibangun adalah maksimal 2 x luas lahan. Angka KLB ini terkait erat dengan jumlah lantai yang boleh dibangun. Jika Anda punya lahan 100 m2, dengan KDB 40 % dan KLB= 1 , maka perhitungannya akan sebagai berikut.
Lantai dasar = 40 % x 100 m2 = 40 m2
Total luas bangunan yang dapat dibangun = 1 x 100 m2 = 100 m2
Karena lantai dasar yang boleh dibangun hanya 40 m2 maka mau tak mau Anda akan membangun ke atas.
Baca Juga: Mau Bawa Ruang Kerja ke Kamar Tanpa Harus Ganggu Tidurmu? Ini Tipsnya
Dan karena batasan yang boleh dibangun hanya sebesar 100 m2, maka jumlah lantai yang bisa Anda bangun hanya 2 (dengan asumsi luas setiap lantai = 40 m2).
Peraturan ini dibuat untuk menjaga keseimbangan tinggi bangunan yang satu dengan yang lain agar nampak serasi.
Bayangkan jika dalam satu zona tinggi bangunannya ada yang menjulang ada yang rendah. Tentu tak enak dipandang kan?
Selain itu, perbedaan tinggi bangunan satu dengan bangunan di sebelahnya bisa merugikan. Bangunan yang lebih tinggi tentu akan menutupi bangunan yang lebih pendek, sehingga sinar matahari pun akan terhalang.
(*)