Metode Pengumpanan, Cara Pengendalian Rayap Ramah Lingkungan

Jumat, 09 Oktober 2020 | 14:00
Page advisor

Ilustrasi-Sarang rayap di pohon.

IDEAOnline-Pengendalian rayap tanah dengan teknik pengumpanan memiliki pendekatan yang sangat berbeda dengan aplikasi perlakuan tanah.

Teknik pengumpanan bertujuan menekan atau mengeleminasi koloni rayap tanah.

Dikutip dari buku Usir Rayap karya Yudi Rismayadi, pengumpanan pada rayap dengan menggunakan bahan slow action sesungguhnya bukan merupakan suatu hal baru.

Pada tahun 1964, Essenther dan Gay menggunakan tepung arsenik trioksida dan terbukti mampu mengeliminasi koloni rayap tanah.

Tepung arsenik trioksida dengan hati-hati dimasukkan ke dalam tube yang berisi rayap pekerja, selanjutnya tepung melekat pada badan rayap dan dikembalikan pada sarang.

Tepung racun akan menyebar ke anggota koloni lain melalui mekanisme sentuhan atau grooming.

Selanjutnya ditemukan bahan lain seperti Mirek (cholorinated ketodechlorane) yang merupakan racun perut slow action.

Mirek dicampurkan dengan serbuk gergaji sehingga terbentuk menjadi pasta dan selanjutnya diumpankan ke rayap tanah.

Namun demikian secara komersial, pengendalian rayap dengan cara ini merupakan teknologi baru.

Di Indonesia dan beberapa negara di Asia, teknik pengumpanan baru digunakan dalam pengendalian rayap pada awal tahun 2000-an.

Kelebihan metode pengumpanan adalah ramah lingkungan, lebih mudah diterima masyarakat karena sedikit menggunakan bahan kimia, dan dikemas dalam bentuk yang mudah digunakan.

Baca Juga: Alasan Utama Rayap Sudah Diberantas tapi Datang Lagi Merusak Perabotmu

Dok. Tabloid Rumah

Ilustrasi rayap tanah.

Sifat dasar dari metode umpan adalah non repellent bagi organisme sasaran, disenangi oleh rayap, dan sifat racunnya bekerja lambat sehingga mampu mengeliminasi koloni rayap.

Proses Penyebaran Umpan Racun

Rayap pekerja yang menemukan umpan racun melalui sifat tropalaksis akan memberikan makanannya kepada pekerja lain atau anggota kasta lain dalam koloni rayap, yaitu kasta prajurit dan ratu.

Proses tropalaksis dapat terjadi karena racun bersifat lambat sehingga yang mengonsumsi umpan tidak secara otomatis mengalamai kematian .

Transfer makanan oleh kasta pekerja ke kasta lain akan terus berlangsung selama umpan rayap terus diberikan secara kontinyu, hingga pada akhirnya seluruh anggota koloni mengalami kematian.

Pengembangan Umpan

Pada saai ini, pengembangan umpan rayap terfokus pada tiga hal.

Pertama pada bahan-bahan yang memengaruhi sistem syaraf atau proses metabolime rayap dengan cara kerja racun yang masih konvensional.

Bahan-bahan yang digunakan adalah hydramethylon, vermectin B1, atau sulfuramid.

Dalam pengujian di lapangan ternyata bahanbahan tersebut mampu mengurangi populasi rayap namun tidak mengeliminasi populasinya.

Hal ini disebabkan karena bahan-bahan tersebut sangat tergantung pada dosis artinya kematian akan terjadi lebih cepat pada pemakaian dosis yang tinggi.

Kedua, menggunakan jasad hidup (mikroba) seperti nematoda entomopatogen, jamur dan bakteri patogen.

Karena rayap dikelilingi oleh parasit dan patogen yang potensial di dalam lingkungannya, mereka mempunyai kemampuan untuk bertahan hidup dari mikrobamikroba tersebut.

Baca Juga: Kenali Karakter Khusus Serangan Rayap di 4 Bagian Bangunan Ini

VS. Mobi

Salah satu model sarang rayap tanah.

Dengan kondisi seperti itu sangat sulit untuk membuat suatu pengendalian hayati dengan menggunakan jasad hidup.

Namun demikian beberapa nematoda menunjukkan kemampuan yang baik dalam pengendalian rayap di laboratorium.

Ketiga, adalah dengan menggunakan bahan pengatur tumbuh serangga (insect growth regulator, IGRs) yang memakai bahan sintetik yang secara struktur mirip dengan hormon serangga.

Tahap pertama adalah dengan menggunakan bahan yang disebut analog hormon juvenil dan mimik juvenil hormon.

Bahan yang digunakan adalah fenoxycarb yang diaplikasikan ke balok kayu dan kemudian diumpankan.

Tahap kedua dalam pengembangan metode IGRs adalah dengan bahanbahan yang menghambat sintesa khitin seperti bahanbahan diflubenzuron, triflumuron, dan hexaflumuron.

Bahan IGRs yang dicerna oleh rayap akan menghambat enzim pembentuk khitin (Chitin synthetase) akibatnya kutikula lama tidak dapat tercerna, tidak dapat lepas, dan proses pembentukan kutikula baru terhambat.

Karena kutikula baru tidak terbentuk, maka tubuh rayap akan terjepit pada kutikula lama, dan mengalami kematian.

Baca Juga: Apartemen Pun Bisa Diserang Rayap, Waspadai Ini Bisa Jadi Akses Masuk

#berbagiIDEA

Tag

Editor : Maulina Kadiranti