Hal itu berbanding terbalik dengan nyamuk rumah alias Culex sp.
Jenis nyamuk tersebut berkembangbiak pada musim panas.
“Meski begitu, saat musim kemarau Aedes aegepti tidak lantas mati. Populasinya masih ada meski jumlahnya sedikit. Ini merupakan salah satu faktor kasus DBD terus berulang,” tambah Tedjo.
Selaras dengan Tedjo, Ahli Parasitologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof dr Saleha Sungkar DAP&E MS SpPark mengatakan bahwa kehadiran DBD memang bertepatan dengan musim hujan.
Namun, hanya pada awal dan akhir musim hujan.
“Kalau musim hujan pertengahan yang hujannya intensitas besar, nyamuknya jadi hilang,” tutur Saleha kepada Kompas.com beberapa waktu lalu.
Hal tersebut dikarenakan pada awal dan akhir musim hujan, intensitas hujan terbilang masih rendah. Genangan air yang dihasilkan berpotensi menjadi sarang Aedes aegepti.
Tempat bertelur nyamuk tersebut juga semakin banyak.
“Kalau hujan kecil, wadah-wadah atau kontainer seperti cekungan di pohon, berbagai jenis daun misalnya daun pisang, semak belukar, talang rumah, ember, atau gelas yang tidak terpakai di tumpukan sampah berpotensi terisi air. Kemudian menggenang, nyamuk suka bersarang dan bertelur di sana,” paparnya.
Baca Juga: Waspada Penularan Penyakit oleh Nyamuk Masih Terus Terjadi Saat Ini
Tak hanya DBD, penyakit cikungunya juga berpotensi merajalela karena virus dengue juga disebabkan oleh nyamuk Ae. Albopictus.