Dia menambahkan infeksi bakteri yang kebal antibiotik dan sulit diobati dapat menyebabkan banyak kerusakan.
Baca Juga: Bisakah Diterapkan di Seluruh Indonesia Penggunaan Bakteri Wolbachia untuk Tekan DBD?
"Mereka (bakteri resisten antibiotik) dapat membunuh orang," imbuh Fortune. Steffanie Strathdee, seorang profesor kedokteran di Universitas California, San Diego, mengatakan tidak cukup jika hanya membicarakan ancaman bakteri tersebut.
"Tidak seperti Covid-19, yang muncul secara tiba-tiba dan meledak di tempat kejadian, krisis superbug terus berlanjut. Ini sudah menjadi pandemi, dan menjadi krisis global, dan semakin parah di bawah Covid-19," kata Strathdee kepada Insider.
Mantan direktur CDC dan CEO Resolve to Save Lives, Tom Frieden menambahkan pemerintah Amerika Serikat membutuhkan pendekatan yang lebih agresif dan multifaset untuk melawan bakteri ini.
Strathdee mengungkapkan saat ini sebagian besar perhatian dan sumber daya yang mestinya dicurahkan menangani ancaman bakteri resisten antibiotik, harus diarahkan untuk penanganan Covid-19.
Dalam hal ini, pandemi Covid-19 dapat semakin memperburuk masalah bakteri yang kebal antibiotik.
WHO telah menyerukan penggunaan antibiotik yang lebih hati-hati pada pasien Covid-19 untuk membantu mengekang ancaman resisten antibiotik, yakni pada Juli lalu.
Sementara berdasarkan tinjauan yang dilakukan Mei lalu terhadap sekitar 2.000 pasien Covid-19 yang dirawat di rumah sakit di seluruh dunia, 72 persen di antaranya menerima antibiotik, dan 8 persen di antaranya mendokumentasikan adanya infeksi bakteri atau jamur.
Saat bakteri menjadi lebih kebal terhadap antibiotik, maka risiko konsekuensi bencana akan semakin meningkat.
Misalnya, bakteri E.coli yang resisten antibiotik, bisa menyebabkan jutaan orang mengalami infeksi saluran kemih setiap tahun.